Rabu, 07 September 2011

Proposal Penelitianku


A.          Latar Penelitian
Penulisan sejarah Indonesia khususnya penulisan sejarah lokal Indonesia masih sangat kurang. Hal ini disebabkan dikarenakan sistim yang dihadapi oleh para penulis sejarah lokal sangat berbelit-belit sehingga dalam pengkajian sampai penulisan sejarah lokal selalu menghadapi berbagai macam kesulitan yang disebabkan oleh sistim pemeritahan. Dalam penulisan atau historiografi sejarah lokal sangat menarik untuk dikaji dikarenakan dalam pengkajiannya, penulis banyak mendapat pengetahuan untuk diri maupun untuk para pembaca nantinya. Oleh karenaya, maka dalam penulisan sejarah sebagai rekonstruksi dari suatu peristiwa masa lampau tidak hanya dapat dipandang dari satu aspek saja. Penulisan sejarah tidak hanya bersifat konvensional yang menguraikan tentang kejadian-kejadian besar dalam bidang politik, diplomasi, dan militer serta cerita tentang perang dan perebutan kekuasaan, tindakan, kepahlawanan maupun penghianatan.[1]
Keberadaan sejarah lokal di Indonesia masih banyak menjumpai objek kajian yang belum terungkap sehingga tampak sejarah menjadi objek-objek yang menarik di dalam penulisan sejarah. Masih banyaknya tokoh, kejadian dan keunikan di daerah yang belum terungkap, untuk itu salah satu tugas para sejarawan adalah mengadakan penelitian, pengkajian, dan penulisan sejarah lokal. Tugas seorang sejarawan adalah merekonstruksi peristiwa-peristiwa tersebut berdasarkan metode-metode ataupun kaidah sejarah melalui suatu historiografi yang akan selalu berinteraksi dengan fakta dan sumber-sumber pendukungnya. Dalam pengertian yang umum, seorang sejarawan melakukan hal itu untuk menyadarkan sesama mengenai masa silam.[2]
Sejak masa kemerdekaan, negara Republik Indonesia belum dapat menikmati kebebasan dikarenakan bangsa Indonesia masih harus berusaha menghentikan berbagai bentuk perlawanan yang timbul akibat ketidakpuasan dikalangan masyarakat Indonesia sendiri. Ketidakpuasan sebagian rakyat Indonesia ditimbulkan oleh berbagai macam alasan, penulis menarik satu bentuk perlawanan rakyat Indonesia terhadap pemerintahan pasca kemerdekaan bangsa Indonesia yakni perlawanan rakyat di Sulawesi Selatan yang menginginkan bentuk negara Indonesia berdasarkan syariat Islam yang lebih dikenal dengan nama pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang dipimpin oleh mantan pejuang nasional yaitu Abdul Kahar Muzakkar. Adapun pemberontakan lainnya terjadi di Indonesia yang terjadi dimana-mana, sebagian di otaki Belanda, sebagian karena fanatisme suku, sebagian karena kecewa dan sebagian lainnya bermotif agama.
Dalam dekade 1950-1960 banyak sekali terjadi gangguan keamanan dalam negeri yang bersumber dari munculnya gerakan kelompok bersenjata yang bercita-cita mendirikan Negara. Salah satu peristiwa itu terjadi di Sulawesi Selatan, peristiwa yang menciptakan keadaan yang tidak menentu  sejak tahun 1951 sampai pada awal tahun 1965 yang kemudian di kenal Pemberontakan DI/TII yang di pelopori oleh Abd. Kahar Muzakkar sebagai pemimpinnya. Proklamasi DI/TII Kahar Muzakkar sebagai bagian dari “Negara Islam Indonesia” Kartosoewirjo merupakan pernyataan pemberontakan terhadap kekuasaan negara yang sah, selain pembangkangan pada idiologi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.[3]
Gangguan keamanan yang diakibatkan oleh DI/TII yang terjadi di Sulawesi Selatan banyak menimbulkan keresahan dan ketakutan yang amat bagi masyarakat dikarenakan keamanan mereka terancam. Dampak yang ditimbulkan akibat pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan terjadi di semua bidang dan tidak hanya terjadi di wilayah Luwu yang  merupakan basis kekuatan pasukan Kahar Muzakkar tapi diseluruh wilayah Sulawesi Selatan khususnya di Kabupaten Jeneponto sangat mempengaruhi aspek-aspek kehidupan yang ada pada masyarakat, baik itu dari segi pelaksanaan pemerintahan daerah, ekonomi, sosial kemasyarakatan, kehidupan beragama dan yang paling utama ialah keamanan masyarakat.
Penulis dalam mengkaji tentang pemberontakan DI/TII yang dipimpin oleh Abdul Kahar Muzakkar pada tahun 1951 lebih mengarah pada dampak pemberontakan ini terhadap daerah-daerah disekitar atau yang dilewati oleh pasukan DI/TII. Oleh karena itu, penulis dalam hal wilayah memilih daerah kabupaten Jeneponto sebagai wilayah yang berada di Sulawesi Selatan dan memiliki dampak pemberontakan tersebut yang lebih spesifik berada di wilayah administrasi kecamatan Bangkala . Di mana di tempat tersebut terdapat cerita tentang keberadaan atau pernah terjadi pengaruh dari DI/TII.
Pada masa pemberontakan itu, Kecamatan Bangkala  Allu sering terjadi pembakaran rumah-rumah penduduk yang salah satunya terjadi di Distrik Bangkala tanggal 29 April 1958 yang menghanguskan 49 rumah yang di pimpin oleh Karaeng Kuneng.[4]

Pada masa tersebut, kecamatan Bangkala  Allu mengalami kerusuhan atau keresahan yang amat sangat yang disebabkan oleh gerakan DI/TII. Tepatnya pada tanggal 29 April 1958 dimana pasukan DI/TII melakukan pembakaran rumah masyarakat di wilayah distrik Bangkala yang dibawah pimpinan Karaeng Kuneng. Masyarakat sangat ketakutan dan resah sehingga banyak masyarakat mengungsi keluar dari wilayah distrik Bangkala atau kerumah kerabat yang berada di luar wilayah bangkala untuk menyelamatkan diri dari pasukan DI/TII.
Selama masa pengungsian yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Bangkala Allu untuk menghindari pasukan bersenjata dan mencari ketenangan dan keamanan, masa itu juga, para pasukan bersenjata yang berada di wilayah distrik Bangkala semakin melakukan kegiatan-kegiatannya untuk memperluas wilayah dan pengaruhya. Selain pembakaran rumah penduduk, pasukan bersenjata tersebut melakukan penyisiran guna mencari dan sekaligus menyebar pengaruhnya untuk mendapatkan pengikut-pengikut baru dalam membantu dalam mencapai maksud dan tujuannya.
Penyebaran pengaruh dan perluasan wilayah kekuasaan atau pengaruh, pasukan bersenjata tersebut sering melakukan tindakan-tindakan yang diluar batas terhadap penduduk yang daerahnya dilalui oleh pasukan bersenjata tersebut. Dalam perjalanannya, pasukan bersenjata dalam waktu yang sangat singkat dapat memperluas wilayah kekuasaannya dikarenakan wilayah-wilayah yang dilaluinya kurang mendapat perlawanan dari masyarakat. Hal ini disebabkan dalam pasukan bersenjata tersebut juga dipimpin oleh bangsawan lokal sendiri yang dulunya juga memiliki pengaruh yang cukup besar yaitu karaeng Kuneng. Dengan kondisi seperti ini, pasukan bersenjata dengan mudah dan cepat memperluas wilayahnya dan pengaruhnya dengan mudah tanpa mendapatkan perlawanan.
Penyerangan O.P.D (Operasi Pagar Desa) di Tarowang, pembongkaran jembatan, yang dilakukan oleh gerombolan bersenjata membuat masyarakat di Jeneponto terancam keselamatannya.[5]

Keresahan yang ditimbulkan oleh gerakan-gerakan DI/TII tidak hanya terjadi di wilayah Bangkala . Akan tetapi, hampir terjadi diseluruh wilayah Kabupaten Jeneponto seperti wilayah Tarowang, Binamu, Bungunglompoa-Bontotangnga.
Wilayah di atas tersebut, masuk dalam  naungan Afdeling Turatea dalam hal ini Jeneponto yang memiliki arti yang sangat penting bagi kapentingan kelompok gerakan bersenjata di kabupaten Jeneponto. Secara keseluruhan arti penting dari adanya suatu upaya untuk mengungkap dan mengkaji suatu peristiwa sejarah adalah bahwa kita dapat mengambil pengetahuan dan makna dari berbagai peristiwa sejarah yang telah terjadi sebagai bekal untuk menuju masa yang akan datang. Melalui pemahaman tersebut, maka penulis mencoba mengkaji Gerakan DI/TII di Jeneponto (1953-1965).

B.     Rumusan dan Batasan Masalah
Sejarah adalah pertanggungjawaban masa lampau, suatu batasan pengertian yang sangat sederhana dikemukakan oleh Huizinga. Pertanyaan Huizinga ini pada dasarnya hanya menunjukkan suatu pengertian sejarah sebagai peristiwa yaitu bukti-bukti tindakan manusia yang belum diartikan (diungkapkan dan dijelaskan). Sejarah sebagai peristwa inilah yang menjadi obyek penelitian sejarah untuk menghasilkan sejarah sebagai tulisan. Itulah sebabnya Edward H. Carr menyatakan bahwa sejarah adalah percakapan terus-menerus antara masa kini dan masa lampau, suatu hubungan yang tak henti-hentinya dilakukan antara seorang sejarawan dengan keterangan yang menyangkut kelampauan.[6]    
Berdasarkan judul dan latar belakang yang diuraikan di atas maka masalah pokok skripsi ini adalah gerakan DI/TII di Jeneponto (1953-1965). Pokok permasalahan tersebut dapat di rinci menjadi beberapa sub permasalahan sebagai berikut :
1.      Bagaimana gerakan DI/TII di Jeneponto 1953-1965.
2.      Dampak apa yang di timbulkan oleh gerakan DI/TII di Jeneponto 1953-1965.
3.      Usaha-usaha apa yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi Gerakan DI/TII di Jeneponto 1953-1965.
Dalam penulisan sejarah Gerakan DI/TII di Jeneponto, penulis mencoba mengolah data dengan memberikan masalah dan batasan masalah seperti di atas dengan tujuan agar dalam melakukan penelitian sampai pada tahap penulisan sejarah ini dapat terstruktur dan tidak keluar dari obyek yang di teliti. Adapun batasan masalah yang penulis maksud ialah batasan spasial dan batasan temporal berkaitan dengan judul penelitian ini yaitu “Gerakan DI/TII di Jeneponto tahun 1953-1965”, penulis menganggap gerakan DI/TII di Jeneponto sangat banyak mempengruhi aspek-aspek kehidupan dalam masyarakat, baik itu dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, agama dan yang terpenting adalah keselamatan masyarakat.
Sedangkan penulis memiliki batasan Tahun kajian, tahun 1953 sampai tahun 1965 adalah merupakan batasan temporal obyek penelitian di mana pada tahun 1953 sebagai batas awal penelitian ini karena pada tahun tersebut Kahar Muzakkar memproklamirkan bahwa daerah Sulawesi Selatan dan daerah sekitarnya menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia, hal ini sesuai dengan isi proklamasi NII Sulawesi yang berlangsung pada tanggal 27 Dzulhijjah 1372 H atau 7 Agustus 1953 oleh Abdul Kahar Muzakkar.[7]

C.    Metodologi
Segala peristiwa masa lalu yang berhubungan dengan manusia di sebut sejarah. Sebagai ilmu, sejarah menempatkan obyek materialnya pada berbagai catatan tertulis dan ingatan (lisan) tentang perbuatan manusia pada masa lalu, sementara obyek formalnya ialah menelusuri, mengungkapkan, menjelaskan dan menyimak maknadari perbuatan umat manusia di masa itu.
Metode sejarah adalah proses unuk mengkaji kebenaran rekaman dan peninggalan masa lampau, menganalisa secara kritis yang meliputi sintesa agar menjadi penyajian dan kisah yang dapat di percaya[8] sedangkan metodologi merupakan falsafah tentang penelitian yang mencakup asumsi-asumsi nilai-nilai standar atau kriteria yang digunakan untuk menafsirkan data dan mencari kesimpulan.[9]
Dalam penelitian dan penulisan sejarah menggunakan metode sendiri yang di sebut metode historis. Metode ini khusus digunakan dalam penelitian dan penulisan-penulisan peristiwa sejarah. Dalam penerapannya metode ini mempunyai tahapan kerja yang spesifik dan merupakan ciri khas yang membedakannya dengan metode penelitian ilmu sosial lainnya. Maksud dari metode historis ini agar menghasilkan penulisan sejarah yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah kesejarahan.[10]
Metodologi dalam penulisan sejarah memegang peranan penting yaitu sebagai proses untuk mengkaji dan menguji kebenaran yang terdapat dalam sumber-sumber yang telah didapatkan dan sekaligus menganalisa secara kritis agar diperoleh suatu penyajian yang dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan.
Dalam usaha mengungkapkan dan merekonstruksi obyek permasalahan ini, maka diperlukan cara kerja yang efektif agar dapat meringankan beban dan mengurangi kesulitan-kesulitan dalam penelitian. Cara kerja yang di maksud adalah dengan menerapkan metode sejarah kritis yang meliputi :
1.      Pengumpulan Data (Heuristik)
Untuk mengungkapkan aktivitas manusia masa lampau, sesuai dengan obyek studi ilmu sejarah, diperlukan sumber. Sumber itu baik berupa lisan ataupun tulisan. Agar tulisan dapat sampai ke tujuan yang diinginkan, penulis mengumpulkan sumber yang berkaitan erat dengan obyek penelitian ini  serta melakukan kunjungan ke berbagai perpustakaan untuk mencari referensi berupa buku-buku yang berhubungan dengan obyek penelitian, antara lain kunjungan ke Badan arsip dan perpustakaan daerah Sulawesi Selatan, perpustakaan wilayah Kabupaten Jeneponto, perpustakaan pusat Unhas, perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Unhas serta  laboratorium Sejarah Unhas.  Selain itu dilakukan pula wawancara dengan beberapa tokoh yang terkait dengan gerakan DI/TII di Jeneponto.

2.      Kritik sumber
Dalam kritik sumber atau verifikasi yaitu meneliti apakah sumber-sumber itu sejati, baik bentuk maupun isinya. Kritik sumber dilakukan oleh penulis dalam usaha penyaringan sumber-sumber sejarah yang telah diperoleh yaitu setelah sumber-sumber tersebut dikumpulkan sebanyak-banyaknya, maka diadakan seleksi data untuk menguji kemampuan tingkat validitasnya (keasliannya) sehingga dapat diadakan pemisahan data yang dapat diterima dengan data yang masih spekulatif atau palsu dan pada akhirnya dapat diperoleh  sumber-sumber sejarah yang akurat. Tahapan kerja kritik sumber merupakan suatu usaha menganalisa data yang didapatkan, dinilai secara kritis dengan menyelidiki data yang telah dikumpulkan sehingga dapat dipisahkan antara sumber yang asli dengan sumber yang palsu. Hasil dari kritik sumber ialah penemuan fakta sejarah yang sungguh-sungguh sesuai dengan peristiwanya.

3.      Interpretasi
Pada tahap ini, penulis diharapkan memberikan tafsiran-tafsiran yang dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan sebagai bahan dalam menyusun kisah sejarah.

4.      Historiografi
Tahap ini merupakan akhir dari metode penulisan sejarah yakni dengan merangkaikan secara sistematis hasil dari interpretasi dalam bentuk kisah sejarah. Bentuk penulisan semacam inilah yang dapat memperlihatkan bukan hanya menggambarkan peristiwa semata melainkan akan menghasilkan bentuk penulisan sejarah kritis.

D.    Tujuan dan Manfaat Penelitian
Agar penelitian ini memiliki arah yang jelas dan dapat memecahkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka perlu kiranya ditetapkan beberapa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Disamping itu, setelah penelitian ini selesai dan disusun dalam bentuk laporan penelitian, maka diharapkan hasil penelitian ini dapat memiliki manfaat tertentu baik secara teoritis maupun secara praktis.
Adapun tujuan dan manfaat dari penelitian ini yaitu adalah:
a.       Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1.      Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana gerakan DI/TII di Jeneponto.
2.      Untuk mengetahui dan menjelaskan dampak yang di timbulkan oleh gerakan DI/TII di Jeneponto 1953-1965.
3.      Untuk mengetahui dan menjelaskan usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi Gerakan DI/TII Di Jeneponto.


b.      Manfaat penelitian.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat yang ingin di capai yaitu:
1.      Sebagai upaya memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin.
2.      Sebagai bahan pembanding bagi penulisan skripsi tentang wilayah Jeneponto selanjutnya dan sebagai bahan referensi tersendiri bagi pemerintah wilayah setempat dalam hal ini pemerintah Kabupaten Jeneponto.

E.     Karya-karya terdahulu
Untuk mendukung penulisan karya ilmiah ini penulis berusaha menggunakan teori-teori pendekatan yang melengkapi tulisan mengenai Gerakan DI/TII di Jeneponto 1953-1965. Hal ini didapatkan melalui pencarian sumber-sumber dari arsip, kepustakaan tertulis seperti buku-buku bacaan, skripsi dan tesis.
Pada penelitian kearsipan, penulis melakukannya di Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Sulawesi Selatan Inventaris Arsip Statis Pemerintah Daerah Tingkat II Jeneponto yang mana ditemukan beberapa dokumen arsip Pemda Tk. II Jeneponto dengan No. Reg. 99, 100, 176, 178, 179 yang membahas masalah gerakan DI/TII di Jeneponto.
Selanjutnya penulis melakukan penelitian pustaka dari beberapa literatur yang ada seperti yang di tulis oleh Anhar Gonggong yang berjudul ”Abdul Qahhar Mudzakkar dari patriot hingga pemberontak”. Tulisan Barbara S. Harvey yang berjudul Pemberontakan Kahar Muzakkar dari tradisi ke DI/TII dan judul lainnya Permesta dimana ketiga buku ini sedikit banyak memuat tentang latar belakang pemberontakan para pendukung, usaha pemerintah dalam menyeleisakan pemberontakan sampai akibat pemberontakan DI/TII itu sendiri secara luas. Namun untuk Anhar Gonggong telah memasukkan unsur orang Bugis Makassar  yakni siri’ na passe sebagai salah satu faktor pendorong pemberontakan.
Lain halnya yang di tulis oleh C. Van Dijk yang berjudul ”Darul Islam Sebuah Pemberontakan”, tulisan ini juga membahas tentang pemberontakan Darul Islam dan pengaruh pemerintah baik sipil maupun militer dalam hubungannya terhadap pemberontakan DI/TII tersebut.
Demikian juga tulisan (skripsi) Agussalim, Gerilyawan-gerilyawan yang tersisih: Pemberontakan DI/TII Pangkajene dan Kepulauan 1950-1960, Makassar; Universitas Hasanuddin, 2001. Tulisan ini membahas Pemberontakan DI/TII di Pangkajene dan Kepulauan dari tahun 1950 sampai 1960.
Berbeda dengan tulisan (skripsi) Arsyad Galasa DI/TII di tanah Duri dan penerapan syariat Islam, Makassar; Universitas Hasanuddin, 2008. Tulisan ini membahas gerakan DI/TII di tanah Duri dan penerapan syariat Islam.
Haerul dengan tulisan (skripsi) Pemerintahan di Enrekang Masa DI/TII (1950-1965) membahas bagaimana kondisi pemerintahan Kabupaten Enrekang pada periode gerakan DI/TII 1950-1965.















Daftar Pustaka
Agusalim. 2001. Gerilyawan-gerilyawan yang tersisih: Pemberontakan DI/TII Pangkajene dan Kepulauan 1950-1960, Makassar; Universitas Hasanuddin.
Ankersmit , F.R. 1987.  Refleksi Tentang Sejarah, Jakarta: Gramedia.
Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Sulawesi Selatan; Inventaris Arsip statis Provinsi Sulawesi Selatan, No. Reg. 323.
Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Sulawesi Selatan; Inventaris Arsip Statis Pemerintah Daerah Tingkat II Jeneponto, No. Reg. 99.
Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Sulawesi Selatan; Inventaris Arsip Statis Pemerintah Daerah Tingkat II Jeneponto, No. Reg. 178.
Carr, E.H. 1981, What Is History? Harmoundworth: Penguin Book.
Dijk , C. Van. 1995. Darul Islam Sebuah Pemberontakan. Jakarta. Grafitti.
Galasa , Arsyad. 2008. DI/TII di tanah Duri dan penerapan syariat Islam, Makassar; Universitas Hasanuddin,
Gonggong, Anhar. 2002.  Abdul Qahar Muzakkar dari Patriot Hingga Pemberontak. Cetakan pertama. Jakarta:  PT. Grasindo.
Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah terjemahan Nugroho Notosusanto. Jakarta : UI Press.
Haerul. 2008. Pemerintahan di Enrekang Masa DI/TII (1950-1965), Makassar; Universitas Hasanuddin.
Harvey , Barbara Sillary. 1989. Pemberontakan Kahar Muzakkar, Dari Tradisi Ke DI/TII.. Jakarta: Pustaka Utama Grafitti.
http://www.kodam-wirabuana.mil.id/index.php?module=content&id=42,  Profil dan Sejarah Singkat KODAM VII/WIRABUANA, 30 Juni 2011.
Kartodirdjo, Sartono. 1989. Melihat Sejarah Dari segi Baru, dalam Seri Soeroto, “Pemahaman Sejarah Indonesia dan Sesudah Revolusi, Jakarta : LP3ES.
Suharto , Toto.  2003. Epistemologi Sejarah (Ibnu Khaldun). Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.
Susanto , Nugroho Noto. 1978.  Masalah penelitian Sejarah Kontemporer. Jakarta: Yayasan Hidayu.








 Seminar Pra Skripsi
           

Proposal Penelitian
GERAKAN DI/TII DI JENEPONTO
(1953 – 1965)
 







Di susun Oleh :
MULYADI
F811 04 004
ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011



[1] Sartono Kartodirdjo, “Melihat Sejarah Dari segi Baru”, dalam Soeri Soeroto, “Pemahaman Sejarah Indonesia dan Sesudah Revolusi, (Jakarta : LP3ES, 1989), hal., 64.
[2] F.R. Ankersmit, Refleksi Tentang Sejarah, (Jakarta: Gramedia, 1987), hal., 349.
[3]http://www.kodam-wirabuana.mil.id/index.php?module=content&id=42,  Profil dan Sejarah Singkat KODAM VII/WIRABUANA, 30 Juni 2011.

[4] Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Sulawesi Selatan; Inventaris Arsip Statis Pemerintah Daerah Tingkat II Jeneponto, No. Reg. 99.
[5] Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Sulawesi Selatan; Inventaris Arsip Statis Pemerintah Daerah Tingkat II Jeneponto, No. Reg. 178.
[6] E.H. Carr, What Is History? (Harmoundworth, Penguin Book, 1981), hal. 30.
[7] Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Sulawesi Selatan, Arsip statis Provinsi Sulawesi Selatan, No. Reg. 323.
[8] Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah terjemahan Nugroho Notosusanto (Jakarta : UI Press, 1986), hal., 200.

[9] Toto Suharto, Epistemologi Sejarah (Ibnu Khaldun). (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003), hal., 112.
[10] Nugroho Noto Susanto, Masalah penelitian Sejarah Kontemporer. (Jakarta: Yayasan Hidayu, 1978), hal., 10

1 komentar: