Sabtu, 02 April 2011

Sultan Daeng Radja: Pejuang Negara Kesatuan Republik Indonesia


Oleh: Suriadi Mappangara, M.Hum.


I
Tidak banyak pejuang yang ditangkap dalam masa mempertahankan kemerdekaan (1945-1949) harus dibuang atau diasingkan. Dalam sejarah panjang daerah ini, hanya pejuang-pejuang yang memiliki kharisma dan pengaruh yang besar sajalah yang diputuskan untuk dibuang jauh dari wilayah pengaruh dan kekuasaannya. Membunuh pejuang, utamanya bagi mereka yang berdarah bangsawan berisiko sangat besar karena hal itu tidak berarti mengakhiri perjuangan, malah memperbesar gerakan. Salah satu jalan yang aman adalah dengan mengasingkan mereka dari lingkungan geografis dan kulturnya. Di antara sekian banyak pejuang Sulawesi Selatan yang kemudian diasingkan karena dianggap berbahaya jika tetap berada di sekitar daerah kekuasaannya adalah Andi Sultan Daeng Radja, Karaeng Gantarang.

II
Haji Andi Sultan Daeng Raja dilahirkan  pada tanggal 20 Mei 1894, di Saoraja di Matekko Gantarang, wilayah Kabupaten Bulukumba sekarang. Beliau adalah putera dari kalangan keluarga bangsawan di Gantarang yaitu dari ayah Passari-Petta Tanra dan ibu Andi Ninnong.
Seperti halnya pada banyak anak bangsawan lainnya, sejak kecilnya ia dibekali dengan pelajaran agama dan sopan santun. Beliau termasuk anak yang mempunyai kemauan yang keras, mempunyai disiplin hidup yang tidak mudah dipengaruhi, tidak tergoyahkan oleh situasi bagaimanapun serta sangat patuh terhadap kedua orang tuanya.
Dalam masalah penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agama Islam beliau betul-betul mengamalkan nilai-nilai pelajaran agama yang diterimanya. Hal ini tergambar dan mewarnai perjalanan hidup dan kehidupan beliau baik dalam menempuh kehidupan dalam karir politik maupun pemerintahan
Sebagai buktinya adanya upaya beliau mendirikan mesjid di Ponre yang terbesar di jamannya. Disamping itu dalam perjalanan hidup beliau untuk kegiatan organisasi sosial keagamaan beliau banyak memberikan darma bhaktinya, seperti pada organisasi Muhammadiyah yang sudah mulai mengembangkan sayapnya di Bulukumba masa itu. Sikap dan sepak terjang beliau terbawa dalam perjalanan hidup beliau setelah dewasa
Andi Sultan Daeng Radja  memulai pendidikan formalnya pada sekolah Goeuvernement kelas II yang diperuntukkan bagi anak-anak penduduk asli atau sekolah yang biasa disebut sekolah Melayu. Jenjangnya hanya sampai kelas III dan hanya ada pada ibukota Onder Afdeeling – onder Afdeeling pada masa itu, serta masih terbatas jumlahnya. Sekolah ini didirikan sekitar tahun 1902 dan beliau adalah termasuk murid pertama dari sekolah Gouvernement di Bulukumba, yang tentu saja ketika itu syarat penerimaan muridnya amat ketat. Setelah menyelesaikan pendidikannya, beliau kemudian melanjutkan pada Eropesche Lagere School (ELS) tipe di Bulukumba.
Pembawaan yang pintar bergaul, bukan saja menyenangkan kalangan anak-anak bumi putera tapi juga semua teman-temannya, bahkan di kalangan gurunya yang sebagian besar adalah orang-orang Belanda pun tertarik akan kepribadian beliau.
Setelah menamatkan pendidikan E.L.S. di Bulukumba dari kalangan bekas gurunyalah yang banyak memberikan bantuan dan garansi (jaminan) untuk memasuki pendidikan khusus buat anak-anak orang Belanda dan anak-anak Eropa lainnya di samping prestasi belajar yang memang memuaskan.
Pada tahun 1907 beliau menamatkan pendidikan. Pada tahun 1908 beliau menuju Makassar untuk memasuki suatu sekolah yang merupakan kursus yaitu Opleiding Cursus Voor Inlandsche Ambtenarent (kemungkinan sejenis kursus Pegawai bumi putera) sederajat/tingkat lanjutan Menengah Pertama.
Pada tahun 1910 berkat ketekunan dan semangat pantang surut, beliau berhasil menyelesaikan pendidikannya. Pada tahun yang sama, beliau memasuki “OSVIA” masih tetap di Makassar waktu itu dengan tekad yang membaja. Kelas demi kelas dilaluinya dengan prestasi belajar yang meyakinkan sehingga beliau menjadi murid yang disenangi oleh guru-gurunya.
 Pada masa sekolah inilah beliau mendapat banyak bekal ilmu buat masa depannya utamanya dalam memenuhi karier dibidang politik dan pemerintahan. Pada tahun 1913 beliau menamatkan pelajarannya dengan hasil yang memuaskan. Karena lanjutan sekolah ini sudah tidak ada di Makassar maka beliau memutuskan untuk menjadi pegawai.
setelah menunggu beberapa bulan, beliau diangkat sebagai pegawai dengan besluit Gubernur Sulawesi tertanggal 19 Januari 1914, Nomor 251/ 5 dengan jabatan juru tulis di Makassar. Gaji pokok beliau ketika itu f. 25 (Rp. 25,-). Jadi beliau diangkat menjadi pegawai pada usia 20 tahun, suatu usia yang masih agak muda untuk jabatan seperti itu.
Hanya beberapa bulan, kemungkinan karena beliau menunjukkan  prestasi kerja yang luar biasa serta disiplin kerja yang amat tinggi, beliau diusulkan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi. Dengan besluit Gubernur Sulawesi tertanggal 27 November 1914 bernomo r6934/B/I beliau diangkat menjadi Ajunct Jaksa (Calon Jaksa) diperbantukan pada Inl Off Justitie di Makassar. Jabatan calon jaksa bagi anak bumiputera masih terhitung sangat langka masa itu. Oleh karena prestasi kerja yang sangat baik, berdasarkan Besluit Gubernur Sulawesi tanggal 18-12 1914 Bernomor 7313/C.I beliau diangkat sebagai juru tulis pada Gubernur Sulawesi dengan gaji pokok f.  45.
Pada tanggal 7 Januari 1915 yaitu beberapa bulan kemudian terbit lagi besluit Gubernur yang bernomor 114/C.1. untuk pengangkatan beliau menjadi Eurep Klerk pada Kantor Assisten Residen Bone di Pompanua. Dengan pengangkatannya mulailah karir beliau diluar wilayah Kota Makassar yang selama ini beliau tempati menuntut ilmu untuk pendidikan lanjutan dan sekaligus merupakan tempat pertama sekali beliau mengabdikan diri bagi nusa dan bangsanya.
Setelah bertugas beberapa di Bone, beliau dipindahkan  ke Sinjai. Sehubungan dengan keluarnya bisluit Gubernur Sulawesi tertanggal 13-6-1916 Nomor/C.1. dengan penempatan pada Kantor Contorleur Sinjai sebagai klerk. Tahun 1916 tepatnya tanggal 12-7-1916 keluar penetapan/besluit Gubernur Sulawesi Nomor 141/C.1. mengangkat beliau menjadi Hulppest Commis di Sinjai (pembantu atau calon Kommis-Pen) dengan gaji f. 55 (lima puluh lima gulden).
Dari Sinjai beliau dipindah tugaskan ke Takalar oleh Gubernur Sulawesi dengan surat keputusannya tertanggal 13 Desember 1916 Nomor 1744/C.1. sebagai Onder Collecteur Onder Afdeling Takalar dengan gaji pokok f. 75.
Rupanya penempatannya di takalar tidak memakan waktu lama hanya kira-kira setahun, kemudian beliau dipindahkan ke Onder Afdeling Enrekang dengan keputusan Gubernur Sulawesi tertanggal 23 November 1919 Nomor 1880/C.1. sebagai Collecteur dengan gaji poko f. 100. Di tempat ini pula beliau menerima  tugas lagi menjadi Deurwoorder Raad Van Justisie Makassar untuk perkara dalam Onder Afdeeling Enrekang dengan penetapan Gubernur Sulawesi tertanggal 25-3-1918 Nomor 11/B.II. dan gaji pokok f. 100. Beberapa bulan kemudian,  beliau mendapat tugas baru ke daerah Campalagian (Mandar) sebagai Inlandshe Besteur Assistant, jabatan ini dipangkunya berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi tertanggal 12-8-1918 Nomor 238/C.2.
Pada tanggal 2-4-1921, diterbitkan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Nomor 81/III, beliau diangkat menjadi Wakil Kepala Adat gemeenschap Gantarang dengan gaji okok f. 225. Di samping jabatannya sebagai wakil Kepala Adat gemeenschap Gantarang rupanya kepada beliau juga dipercayakan suatu jabatan sebagai Lead Landraad di Bulukumba, pengangkatan ini dikukuhkan oleh Bisluit Gubernur Sulawesi tertanggal 15-11-1921 Nomor 14.
Kedua jabatan yang diserahkan padanya ini di embannya dengan baik, denganpenuh rasa tanggung jawab, serta integritas yang tinggi sambil menunggu saat pemilihahn Kepala Adat gemeenschaap di Gantarang.
Pada waktu diadakan pemilihan untuk menjadi Kepala adat gemeenschaap, beliau terpilih secara bulat oleh Ade Duapulo. Sebagai realisasi dari hasil keputusan “Ade’ duapulo” (Adat duapuluh) keluarlah bisluit Gubernur Sulawesi tertanggal 29-9-1992 Nomor 294/III berupa penetapan dan pengukuhan Bapak Haji Sultan Daeng Radja sebagai Kepala Adat gemeenschaap Gantarang dengan gelar Karaeng Gantatrang. Beliau dilantik oleh “Ade’ duappulo” setelah keluarnya penetapan Gubernur Sulawesi pada tanggal 29-9-1922. Pada waktu itu usia beliau 28 tahun.
Setelah pelantikan oleh Ade’ duappulo (Adat duapuluh) maka resmilah pula Bapak Haji Andi Sultan Daeng Raja sebagai Karaeng Gantarang. Petama-tama yang dipikirkan oleh beliau adalah meningkatkan  taraf hidup rakyat dengan pembuatan pengairan, pembuatan saluran pengairan baru, pencetakan sawah-sawah baru.
Selanjutnya yang menjadi perhatian beliau adalah perbaikan sistem kepercayaa rakyatnya yang masih di pengaruhi oleh kepercayaan aslim dengan menyebarkan ajaran agama Islam secara meluas, tempat-tempat ibadah (mesjid) pada masa pemerintahahnnya banyak yang dibangun, antara lalin mesjid tertua di Ponre yang sampai sekarang masih ada, mesjid ini dibangun dengan bekerja samam para pemuka agama seperti Haji Achmad dan lain-lain. Pada pekarangan belakang mesjid ini pula, beliau di makamkan sesuai dengan pesannya.
Pada masa pemerintahan beliau organisasi Muhammadyah di Gantarang mendapat sumbangan serta fasilitas untuk berkembang, bahkan beliau termasuk anggota yang paling setia.
Disamping hal-hal seperti diatas maka tentu saja perbaikan sistim pemerintahan tidak luput dari perhatiannya sebagai kunci keberhasilan beliau dalam melaksanakan gagasan-gagasan pembaharuannya yang meliputi seluruh segi kehidupan masyarakat Gantarang.
Pada tanggal 10-10-1938, keluar Keputusan dari Gubernur Sulawesi untuk pengangkatan beliau sebagai Ajun Jaksa Landraad Bulukumba disamping jabatannya sebagai Karaeng Gantarang. Pada tanggal 6-9-1930 beliau diangkat menjadi Jaksa di Bulukumba oleh Gubernur Sulalwesi dengan Surat Keputusan Nomor 272/B.3. tanpa dibebaskan dari tugasnya sebagai Karaeng.
Berdasarkan Surat Keputusan Land Rechter Bonthain tertanggal 2-1-1930 Nomor 1. beliau diangkat menjadi substituut fiscal Greffeiar dalam resort Landrechter Bulukumba disamping jabatan beliau sebagai Karaeng Gantarang tetap dipegangnya.
Demikianlah jabatan-jabatan resmi beliau yang dijabatnya sampai mendaratnya Jepang pada tahun 1942.

III
Pada bulan Agustus 1945 Bapak Haji Andi Sultan Daeng Raja beserta Andi Pangerang Daeng Rani dan Dr. G.S.S.J. Ratulangi berangkat ke Jakarta sebagai anggota missi Sulawesi yang akan mengikuti sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Sidang-sidang dari panitia tersebut diikuti beliau secara aktif yang akhirnya menelorkan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dihadiri oleh 31 orang pemimpin-pemimpin Indonesia antara Lain :
1.      Ir. Sukarno
2.      Drs. Moh. Hatta
3.      Mr. Acmad Subarjo
4.      Dr. Rajiman Wediodiningrat
5.      M. Sutaryo Kartohadikusumo
6.      Mr. Iwa Kusuma Sumantri
7.      Abikusno Cokrosuyoso
8.      Dr. Buntaran Martoatmojo
9.      R. Otto Iskandardinata
10.  Prof. Dr. Supomo
11.  Sukarjo Wiryopranoto
12.  Ki Hajar Dewantara
13.  Ki Bagus Hadikusumo
14.  Dr. G. S. S. J. Ratulangi
15.  Mr. Johannes Latuharhary
16.  Mr. I Gusti Ketut Puja,
17.  Dr. Syamsi
18.  Dr. Amir
19.  Mr. Teuku Hasan
20.  Mr. A. Abas
21.  Hamidhan
22.  R.A R i v a i
23.  Andi Pangerang
24.  Andi Sultan Daeng Radja
25.  Sudiro (mbah)
26.  Sukarni
27.  Chaerul Cokroaminoto,        Saleh
28.  Harsono Cokroaminoto
29.  B. M. Diah
30.  Sayuti Melik
31.  Semaun Bakri,
Jadi Bapak Haji Andi Sultan Daeng Raja termasuk salah seorang pencetus ikrar luhur bangsa Indonesia yang melahirkan Indonesia merdeka ini.
Beliau turut menghadiri detik-detik paling bersejarah dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, yaitu pernyataan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dikumandangkan keseluruh penjuru dunia di Gedung Pegangsaan Timur No. 56, tanggal 17-8-1945.
Tentu saja peranan dan andil beliau dalam lahirnya Republik ini tidak dapat disangsikan lagi.
IV
Setelah kembali dari Jakarta, Andi Sultan Daeng Raja beserta delegasi lainnya menyebarkan berita proklamasi. Kehadiran beliau di Bulukumba mendapat sambutan yang luar biasa. Meskipun demikian pemerintahan tidak dapat berjalan dengan baik karena Dr. Ratulangi tidak dapat melaksanakan amanah yang diberikan. Situasi di Makassar khususnya, tidak kondusif. Jepang yang telah kalah perang tidak memberi peluang yang cukup besar bagi Ratulangi untuk bertindak. Keadaan yang demikian ini mendorong para bangsawan di daerah ini untuk memberi dukungan penuh agar Ratulangi mengambil alih pemerintahan.
Pada akhir bulan Agustus 1945 diselenggarakan rapat bersama pemimpin-pemimpin rakyat. Hasil pertemuan itu adalah terbentuknya staf Gubernur Sulawesi. Tidak lama kemudian dibentuk pula “Dewan Penasehat” untuk menata hubungan antara staf gubernur dan pemerintahan daerah. Dalam Dewan Penasehat ini Andi Mappanyukki ditunjuk sebagai Ketua Dewan Penasehat dan sebagai wakilnya ditunjuk Dr. Ratulangi. Selain itu pula untuk memberi dukungan penuh kepada Dr. Ratulangi agar tidak ragu dalam berhubungan dengan anasir-anasir asing, Andi Mappanyukki melakukan rapat dengan Dewan Hadatnya. Rapat itu dilaksanakan pada bulan September dan memutuskan dua hal penting, yaitu:
1.                      Tetap berdiri di belakang pemerintah Republik Indonesia yang dipimpin oleh Sukarno – Hatta, dan
2.                      Bersedia bekerjasama dengan tentara Sekutu yang bertugas di Sulawesi, tetapi tidak dengan NICA.

Kedatangan NICA membuat keadaan semakin tidak menentu. Dr. Ratulangi yang tidak memiliki perangkat yang kuat, tidak dapat bertikdak tegas kecuali lewat diplomasi. Melihat keadaan yang demikian ini, para bangsawan di Sulawesi Selatan kemudian melakukan pertemuan di kediaman Andi Mappanyukki. Mereka melakukan perundingan untuk mengambil sikap atas ulah NICA yang semakin tidak bersahabat. Pertemuan itu sendiri berlangsung pada tanggal 15 September 1945. Pertemuan itu dihadiri oleh Andi Makkasau, Maradia Campalagiang, Ibu Depu (Maradia Balnipa), Arung Gilireng, Karaeng Polombangkeng, karaeng Gantarang (Andi Sultan Daeng Radja). Dalam pertemuan itu dicetuskan satu resolusi yang isinya mendukung pemerintahan Republik Indonesia hasil proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan mendukung sepenuhnya dr. Ratulangi sebagai Gubernur Sulawesi. Resolusi ini disampaikan kepada Brigjen Iwan Dougherty.
Apa yang dialami oleh Andi Sultan Daeng Raja ketika mengikuti rapat-rapat dalam mempersiapkan naskah Proklamasi kemerdekaan dan juga mengikuti detik-detik Proklamasi kemerdekaan, memberi kesan yang sangat mendalam dalam hidup dan kehidupannya. Oleh karena itu adalah sesuatu yang sangat wajar ketika beliau kembali ke Sulawesi berita kemerdekaan itu disampaikan kepada siapa saja. Bukan berita itu saja yang menjadi tekanannya, tetapi intinya adalah bagaimana hidup dan kehidupan bangsa ini tidak lagi diinjak-injak oleh bangsa lain. Oleh karena itu kehadiran kembali Belanda telah ditolak dengan mentah. Tidak ada kata kompromi dalam mempertahankan kemerdekaan.
Selain membangun kerjasama yang erat di antara lraja-raja dan kelompok bangsawan, beliau juga tidak henti-hentinya membangun semangat para pemuda untuk tetap tegar dalam berjuang mempertahankan kemerdekaan. Pernyataan-pernyataan yang dibangun diantara bangsawan-bansawan di wilayah ini telah memicu munculnya kelaskaran-kelaskan untuk mempertahankan kemerdekaan.
Usaha-usaha yang semakin meluas yang dilakukan oleh Sekutu dan juga angin segar yang diberikan Sekutu kepada Belanda,telah membuat para pemimpin rakyat di daerah ini semakin gencar melakukan perlawanan. Perlawanan tidak saja dibangun lewat perlawanan dengan taktik gerilya, tetapi juga dilakukan lewat perundingan-perundingan dan pernyataan-pernyataan yang dapat membangkitkan semangat para pejuang. Peran yang dilakukan oleh kelompok bangsawan ini telah menjadi pondasi yang kuat sehingga perlawanan itu dapat berlangsung dengan cukup lama dan akhirnya membuahkan hasil.
            Pada tanggal 1 Desember 1945 dilaksanakan satu pertemuan raja-raja di Watampone. Pertemuan itu sendiri sebagai tindak lanjut pertemuan yang pernah dilakukan di kediaman rumah Sultan Daeng Raja. Dalam pertemuan yang berlangsung di kediaman Andi Sultan Daeng Radja telah diputuskan bahwa akan dilaksanakan pertemuan berkala untuk memberi dukungan bahwa rakyat Sulawesi Selatan berada di belakang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Menindak lanjuti pertemuan itu dan juga mengantisipasi gelagat yang semakin meluas tentang tindak tanduk Sekutu dan Belanda, akhirnya atas inisiatif Raja Bone dilakukanlah pertemuan raja-raja di Watampone. Pertemuan itu dihadiri hampir seluruh raja-raja di Sulawesi Selatan. Pertemuan itu kemudian menghasilkan putusan yang memperkuat sikap selama ini, yaitu tetap berdiri di belakang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan tidak sudi berhubungan dengan NICA.
            Sikap yang semakin terbuka yang diperlihatkan oleh raja-raja di Sulawesi ini akhirnya memaksa Sekutu dan NICA mengambil tindakan yang lebih tegas. Sehari setelah perundingan itu dilakukan, pihak tentara Australia kemudian memutuskan untuk menangkap Sultan Daeng Raja. Pada tanggal 2 Desember 1945 Andi Sultan Daeng Radja ditangkap di rumah kediamannya.
            Perjuangan Andi Sultan Daeng Raja untuk mempertahankan kemerdekaan tidak surut. Lewat kunjungan yang dilakukan oleh keluarganya beliau tetap menyampaiakan kepada keluarga dan pemuda-pemuda di Bulukumba untuk tetap tegar. Oleh karena pengaruh beliau tidak surut, maka diputuskan untuk di bawa ke Makassar.
            Setelah kurang lebih dua tahun berada ditahanan KIS di  Makassar, karena khawatir akan tindak tanduknya, akhirnya pada tanggal 17 Maret 1949 Andi Sultan Daeng Radja diasingkan di Menado.

V
Pada tanggal 8 Januari 1950 Andi Sultan Daeng Radja di bebaskan. Pembebasan beliau disambut gembira masyarakat Bulukumba yang masih menganggapnya sebagai Karaeng Gantarang. Perjuangan beliau untuk tetap mempertahankan negara kesatuan diperlihatkan ketika ia bersama beberapa raja di Sulawesi Selatan melakukan kunjungan ke Yogyakarta sebagai tanda bahwa rakyat Sulawesi Selatan menginginkan terwujudnya negara kesatuan.

2 komentar:

  1. terimakasih atas tulisannya yang sangat detail tentang karaetta. saya sebagai cucunya merasa terharu atas kegigihan karaetta sekaligus malu karena baru menyimak kisahnya melalui tulisan ini. InsyaAllah saya akan memperkaya pengetahuan saya tentang sejarah Sul-Sel khususnya atas perjuangan karaetta, dan kelak akaan menuliskan jurnalnya. Terimakasih sekali lagi :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. tulisannya menarik dan bermanfaat, cuma mungkin perlu dilampirkan sumber referensinya, biar lebih bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah atau secara akademik.....

      Hapus